HarusTahu.info - Tulisan yang akan sedikit menyayat hati, saat membaca dengan membandingkan kondisi kita saat ini. Sebuah tulisan berjudul "Perihal Buruh dan Kemerdekaan Yang Sesungguhnya? Sudahkah Buruh Merdeka?".
Indonesia Merdeka 75 Tahun, Buruh Juga?
Kini setelah 75 tahun bangsa Indonesia menikmati kemerdekaannya, justru para kaum buruh yang ada di seluruh Indonesia tidak pernah merasakan apa itu "merdeka" padahal kita semua tahu arti dari kata "merdeka" yaitu terbebas dari segala bentuk penindasan dan perbudakan. Sepertinya "merdeka" itu cuma dirasakan dan dimiliki oleh "pengusaha dan penguasa", sementara bagi kaum "buruh" kata "merdeka" hanyalah sebuah simbol untuk menutupi keberadaan buruh yang sebenarnya.
Mengapa saya katakan demikian? Karena sampai saat ini "buruh" tidak pernah merasakan hak-haknya secara utuh bahkan para pengusaha secara terang-terangan tidak melaksanakan "kewajibannya" yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan yang lebih parah lagi perbuatan mereka justru terkesan dilindungi oleh "penguasa" padahal dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia mengatur bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama di mata hukum sehingga tidak ada satu orangpun yang kebal akan hukum apabila dia bersalah.
Sekarang pertanyaannya, ada apa dengan bangsa kita? Ada apa dengan moral pemimpin kita? Dan mengapa harus "buruh" yang dikorbankan?
Sekarang saya mau mengajak Anda untuk bersama-sama membuka dan membaca UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Jamsostek, UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja dan beberapa keputusan menteri yang mengatur hak-hak buruh. Kita semua tahu bahwa semua undang-undang dan keputusan menteri yang dimaksud di atas tadi merupakan produk "hukum" yang dibuat "pemerintah" untuk melindungi kaum "buruh" dari ketidakadilan agar "buruh" bisa merasakan haknya.
Buruh dan Peraturan Internal Perusahaan
Secara garis besar dapat diuraikan antara lain, buruh berhak memperoleh pekerjaan yang layak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi; buruh berhak memperoleh Jamsostek; buruh berhak memperoleh upah yang layak; buruh berhak atas cuti tahunan; upah lembur harus sesuai aturan perundang-undangan; dan yang terakhir buruh berhak membentuk organisasi buruh.
Sebenarnya masih banyak lagi hak-hak buruh yang belum saya sebutkan, tapi hal-hal di atas merupakan bagian-bagian pelanggaran melawan hukum yang dilakukan para pengusaha yang sampai saat ini tidak pernah terjamah oleh hukum.
Pertanyaannya mengapa pemerintah tidak berani menyeret pengusaha yang melanggar hukum ke meja pengadilan padahal pelanggarannya jelas-jelas bertentangan dengan hukum? Dan mengapa hal ini harus terjadi? Jawabannya sederhana saja, pemerintah tidak mau membela hak-hak buruh karena buruh tidak punya uang.
Mengapa pemerintah membuat suatu produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri sampai ke peraturan daerah tapi anehnya aturan-aturan ini seringkali dilanggar bahkan diabaikan oleh pemerintah sendiri. Kita ambil contoh penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh gubernur melalui surat keputusan.
Seharusnya isi surat keputusan itu harus diamankan dan dijalankan oleh seluruh stakeholder yang ada di kabupaten-kota dengan bekerja sama para kepala dinas tenaga kerja. Malah yang terjadi sebaliknya, banyak pengusaha tidak membayar upah buruh sesuai UMP. Ini jelas pelanggaran tapi mengapa tidak ditindak dan diberikan sanksi?
Ada apa sebenarnya? Bisa saja, tidak menutup kemungkinan, para pengusaha ini merupakan bank pribadi dari oknum-oknum pejabat yang berwenang mengurus persoalan buruh. Aturannya, kalau ada pengusaha yang tidak mampu menerapkan UMP tentunya pengusaha tersebut harus menyurat ke gubernur untuk melakukan penangguhan UMP tentunya disertai dengan laporan keuangan perusahaan serta harus diaudit oleh akuntan publik.
Penangguhan itu pun hanya sampai tiga bulan dan di bulan yang keempat pengusaha harus melaksanakan kewajibannya.
Contoh lain, apabila ada buruh yang membentuk organisasi buruh atau menjadi pengurus dari organisasi buruh tersebut sudah pasti buruh akan dihalang-halangi dan malah mendapat ancaman dipecat atau di- PHK karena pengusaha tidak mau kalau ada buruhnya aktif menuntut hak-haknya.
Bagi mereka buruh ini akan menjadi ancaman serius dalam perusahaan padahal melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia semua warga negara berhak mengeluarkan pendapat di muka umum.
Artinya bangsa Indonesia menjamin kebebasan berserikat apalagi sudah diterbitkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja, tapi mengapa setiap pembentukan organisasi buruh di perusahaan selalu diintervensi pengusaha? Mana kata merdeka bagi buruh?
Saya rasa akan saya cukupkan di sini tulisan ini, saya sedih melanjutkannya. Semoga kedepannya kita semua jadi lebih baik, namun juga dengan usaha yang optimal. Semoga Saja.
Itulah topik terkait, Perihal Buruh dan Kemerdekaan Yang Sesungguhnya, Sudahkah Buruh Merdeka?
Komentar (0)